My Silver Wish

Sabtu, 13 September 2014

Seconds - Slender

Selamat Hari Natal, Little Carter.

            Apa kau menyukai hadiah yang ibu berikan padamu untuk natal kali ini? Maaf jika kau tidak menyukai jam ini. Kau tahu? Terdapat 13 bola yang menyerupai kristal hitam pada jam ini, dan itu menandakan bahwa kau telah melewati 12 bulan dan itu merupakan 1 tahun yang sangat baik untukmu^_^

            Ah, kau tahu darimana bola kristal ini diambil? Dari suatu tempat yang tidak pernah kau bayangkan. Dan ini bukanlah bola kristal biasa, melainkan astrophyllite, yang berarti acceptance dan self-awareness. Kau akan mengerti apa maksud ibu setelah beranjak dewasa.

            Kau adalah anak yang hebat, dan ibu tidak berbohong tentang itu. Maksud ibu, lihatlah dirimu! Pasti ayahmu akan sangat bangga melihatmu sekarang, jika saja ayahmu sudah menyelesaikan pekerjaannya di Melbourne, dan kembali ke Jakarta. Tenang saja Jules, ayah akan menampakkan mata bahagia itu tahun depan, ayah akan kembali satu tahun lagi! :)

            Oh, ya. Carter, kau ibu izinkan untuk mengundang beberapa temanmu untuk merayakan natal bersamamu, tetapi tolong jangan mengacaukan rumah. Meskipun ada Bi Mary, ibu akan tetap mempercayaimu, Julian. Jadi anak baik, ya? :D

            Julian Carter, maaf jika ibu mempunyai banyak kesalahan satu tahun belakangan ini, dan juga tahun-tahun lalu. Maaf, sungguh. Dan terimakasih sudah hadir di hidup ibu. Maaf jika ibu tidak bisa menemanimu dalam natal kali ini. Ibu akan kembali jika ibu sudah sembuh dari rumah sakit. Tolong doakan ibu. >__<


Salam,


Ibu.”

Julian melipat kembali surat yang diselipkan ibunya untuk kado natalnya pada saat ia berumur 13 tahun, tidak menemukan apa yang tengah dicarinya pada surat itu.

---

“Motif kematian ini bahkan tidak masuk akal.” Julian bergumam pada dirinya sendiri. “Sutradara terkenal Joe Carter tewas mengenaskan di sebuah hotel di Newcastle, diduga karena bunuh diri?” Dia membaca kembali berkas-berkas yang ia cari sendiri menggunalam media internet. “Bahkan ini lebih konyol dari pohon yang mengeluarkan darah di Angola, Afrika Selatan.”

Julian Carter, 25 th, adalah seorang pengacara asal Melbourne yang dibesarkan dan tumbuh di Jakarta bersama ibunya yang meninggal saat ia berusia 13 tahun. Dirinya yang masih kecil awalnya menolak keras untuk tinggal bersama ayahnya setelah ibunya meninggal, dengan alasan bahwa ia tidak terlalu dekat dengan ayahnya. Setelah demikian, akhirnya dia tinggal bersama Zac dan Zoe Carter, si kembar, sepupunya yang hanya berbeda 1 tahun lebih tua darinya.

Belakangan ini dunia telah dihebohkan karena meninggalnya mendiang Joe Carter, sang sutradara jenius yang tidak sedikit dari filmnya menempati peringkat utama di Box Office dunia. Selain menjadi sutradara, beliau juga menggarap peran menjadi ayah dari Julian, meskipun yang dilakukan hanya mengirim uang untuk biaya hidup Julian.

Dan sekarang, Julian Carter, sedang berada di sebuah kereta yang menuju ke Sydney untuk menemui kedua sepupunya. Dia tengah mencari—lebih tepatnya menginvestigasi, kematian ayahnya yang menurutnya kurang masuk akal. Sebagai contoh, suatu artikel terkait dengan kematian ayahnya mengatakan bahwa ayahnya terbunuh karena mengonsumsi obat-obatan terlarang, padahal semasa hidupnya, ia tahu betul bahwa ibunya sering mengatakan bahwa ayahnya adalah orang yang benar-benar sehat. Bahkan ibunya mengatakan bahwa Joe Carter bisa saja hidup sampai berumur 100 tahun.

Kedua, ada beberapa motif berbeda dari kematian Joe Carter. Dalam satu sumber, tercantum bahwa Joe Carter terbunuhdan tubuhnya telah dimutilasi oleh beberapa tersangka yang diduga menyimpan dendam akan kesuksesan Joe Carter. Pada sumber lain, menyebut bahwa Joe Carter meninggal karena mengiris-iris denyut nadi tangannya dengan pisau. Sangat lucu.

Prang!

Julian menoleh kearah bawah, menemukan sesuatu yang tidak terlihat asing baginya. Jam tangan hadiah natal dari ibunya yang jatuh. Julian membungkuk, meraih jam tangan itu dan meletakkannya kembali ke meja yang ada di hadapannya. Dalam jam tangan itu terdapat 13 bola kristal berwarna hitam yang bernama astrophyllite, dan tersisa 1  bola yang masih utuh. Setiap bola itu terjatuh, pasti ada kesialan yang menimpa dirinya. Dan Julian tidak tahu kenapa.

Drrt. Drrt.

Ponsel Julian berbunyi—lebih tepatnya, bergetar, menampilkan sebuah deretan nama yang sedang menghubunginya.

Dellaine Skyler.

Julian tersenyum, mengangkat panggilan itu. “Halooo,” Sapanya, lengkungan senyumnya tidak lenyap dari wajahnya.

“Hai.” Sapa suara di sebrang sana, “Kau dimana?”

“Akan menuju ke Sydney,” Julian memutar-mutarkan pulpen yang ia pegang. “Kenapa?”

“Tak apa.” Pemilik suara itu menghela nafas, terdengar kecewa. “Apa kau merasa melupakan sesuatu?”

“Hm? Kurasa tidak.” Julian meletakkan pulpen pada mejanya, mencoba memikirkan sesuatu yang serius.

“Baiklah. Semoga kau mendapat hari yang indah di Sydney.” Dellaine Skyler, yang akrab disapa Della, berkata dengan sedikit nada kecewa disana.

Julian menggigit bibir bawahnya. “Ah, tunggu. Jangan dimatikan dulu.” Dia mengeluarkan kalender kecil yang selalu ia bawa. Dilihatnya tanggal hari ini disana. 19 November. “Aku bercanda.” Dia tahu dia sedang tidak bercanda. “Hari inimonthsarry ke 24 kan?”

Della menjawab singkat, “Ya.”

“Selamat hari jadi untuk 24 bulan. Maaf tidak bisa menemanimu disana. Aku menyayangimu, Dellaine.” Julian kembali menggigit bibir bawahnya, takut pacarnya marah. Dia ingat, tadi bola kristal pada jamnya sedikit retak, berarti akan ada kesialan kecil yang akan menimpanya.

“Ya.” Della menjawab lagi, “Kau pasti capek memikirkan perkara ayahmu. Aku juga merasa buruk tentang hal itu. Aku minta maaf.” Dia melanjutkan. “Oh, ya. Karena melupakan hari ini, kau mendapat satu hukuman, Tuan Carter.”

Julian menyengir. “Apa? Aku bilang aku hanya bercanda!”

Dan Julian berani bertaruh bahwa Della juga sedang tersenyum disana. “Bawakan aku oleh-oleh dari Sydney. Oke?”

“Baiklah.” Julian tertawa lepas. Setidaknya dia bisa sejenak melupakan perkara yang dapat membuat merasa kepalanya pecah. Dan tanpa mempedulikan kesialan yang akan menimpa dirinya.

---

ZacCart88: Jules, aku tidak ada di rumah. My date asked me to go out. I couldn’t refuse!
            
          Julian membaca pesan singkat dari Zac, lalu membalasnya dengan cepat.

JulianC: You ‘lil brat.

JulianC: K. Apa ada Zoe?

            Julian merasakan ponselnya bergetar lagi.

ZacCart88: Dia available :D

JulianC: Bukan itu maksudku, bodoh.

JulianC: Dasar orang yang lagi dimabok cinta.

ZacCart88: Bahasa mu itu seperti kutu buku sekali.

ZacCart88: Dasar kutu buku.

JulianC: Terserah.

JulianC: Apa Zoe mengetahui informasi yang aku butuhkan?

ZacCart88: Ya. Hubungi aku jika ada kesulitan.

JulianC: Baik. Terimakasih.

            Julian melirik arlojinya. 12.43 PM. Masih tergolong wajar untuk mengunjungi rumah seorang kerabat
.
            Julian sedang berada di bus yang mengantarnya dari Mudgee ke Sydney, dan itu membutuhkan kira-kira 3 jam. Karena sudah menaiki kereta ekonomi agar lebih cepat, dia hanya tinggal butuh sekitar 2-3 menit untuk sampai di rumah Zoe. Tidak membutuhkan waktu lama memang, karena sehabis Julian merapikan barang bawaannya, dia langsung dapat turun dari bus.

            Setelah turun dari bus, dia berjalan beberapa langkah agar sampai di depan rumah Zoe, lalu dia mulai mengetuk pintu rumah Zoe. Dia tidak mengharapkan banyak dari Zoe, meskipun Zoe dan Zac memang ada bersama ayahnya saat kejadian, mereka tertidur dalam ruangan terpisah, sehingga Julian merasa agak sulit bagi mereka untuk meraup informasi, terlebih jika polisi penutup-nutupi apa yang telah terjadi pada mendiang Joe Carter.

            Tok Tok Tok.

            Tak butuh waktu lama bagi Julian untuk menunggu Zoe membukakan pintunya. Wanita berperawakan sekitar 170 cm ini langsung menyambut Julian dengan seringai ramah dan menyuruh Julian untuk segera masuk ke dalam rumahnya. Dengan sopan, Julian pun menurutinya, walaupun Julian sendiri pernah tinggal dalam rumah itu selama 12 tahun.

            Julian duduk di sofa tanpa disuruh. “Zoe, ayo langsung ke topik pembicaraan saja.”

            “Eh?” Sambil menutup pintu, Zoe menatap Julian dengan raut wajah kecewa. “Kau yakin? Sepertinya satu cangkir kopi akan membuat suasana menjadi lebih baik.”

            Julian tersenyum sambil menggeleng, menghargai tawaran Zoe. “Tidak, aku bisa meminum kopi kapan saja. Tapi informasi? Aku membutuhkannya sekarang.”

            Zoe terkekeh pelan, mendekati Julian lalu duduk di depannya. “Baiklah. Apa yang perlu kau ketahui?”

            “Motif pembunuhan mendiang Joe Carter.”

            “Mengapa tidak menyebut ayahmu dengan sebutan ayah saja, Pengacara Carter? Ini terlalu formal.” Canda Zoe, yang hanya dibalas oleh tatapan tanpa ekspresi dari Julian. “Oke, maaf. Beliau dimutilasi.”

            “Lalu? Apa ada peristiwa terkait pembunuhan tersebut?” Tanya Julian agresif, membuat suasana menjadi mencengkam.

            “Tidak ada yang menduga atau bahkan mengharapkan peristiwa itu akan terjadi. Kau tahu itu.”

            “Ya. Siapa yang memberitahumu bahwa beliau telah dimutilasi?”

            “Zac. Dan Zac tahu dari pihak polisi.”

            “Apa ada beberapa tersangka terkait pembunuhan ayah?” Julian meneguk lidahnya sendiri, lidahnya merasa kelu menyebut kata ayah.

            Tanpa mempedulikan Julian yang menyebutkan kata ayah, dengan cepat Zoe melanjutkan. “Ibumu.”

            “Siapa?”

            “Apa aku kurang jelas mengucapkannya? Tersangka paling kuat adalah ibumu.”

            “Ha?” Julian memastikan, jawaban Zoe sama sekali tidak masuk akal untuk terdengar di telinganya. “Dia sudah meninggal. Bagaimana bisa seorang yang sudah meninggal membunuh orang yang masih hidup? Dan lagi, ibuku menyayangi ayah.”

            Zoe terkekeh. “Ibumu membunuh melalui perantara, Tuan Pengacara.”

            “Aku sudah pernah menyatakan ini beberapa detik yang lalu. Ibuku menyayangi mendiang ayahku—Joe Carter, atau istilah apapun itu yang kau gunakan untuk mendeskripsikan beliau.”

            “Astrophyllite. Itu menjelaskan semuanya.”

            “Batu kristal hitam?”

            “Ya. Itu memiliki makna acceptance dan self-awareness, dan membuat pemilik menjadi lebih berhati-hati dengan hidupnya. Mari kita lihat contohnya. Kau, Pengacara Julian Carter merupakan seorang pengacara yang lumayan sukses, kan? Bahkan saat kau baru-baru menekuni pekerjaan itu.”

            “Bukankah itu karena kerja keras?”

            “Bagaimana cara kau mendapat klien dengan cara hanya bekerja keras? Itu membutuhkan peruntungan juga, dan begitu juga dengan ayahmu. Dia merupakan yang terbaik dibidangnya. Hanya membutuhkan sedikit waktu lagi untuk membuatnya menjadi seorang legenda. Bukankah itu tidak wajar?”

            “Jadi kau mencurigaiku dan mendiang ayahku?”

            “Dengarkan aku. Ayahmu mempunyai jam itu juga, dan itu bukan berarti setiap orang yang mempunyai jam itu akan mendapat keberuntungan. Memang batu Astrophyllie memiliki arti yang cenderung untuk memacu untuk berkembang, tetapi bukan hanya itu.”

            “Lalu?”

            “Keburukan. Batu itu juga membawa keburukan tersendiri bagi pemiliknya. Setiap batu itu 
jatuh dan pecah, hal buruk akan segera terjadi, kan?”

            “Bagaimana kau-“

            “Dan untuk sekedar informasi, pemilik jam itu hanya diserahkan untuk keturunan Carter yang berhak memilikinya.”

            “Maksudmu?”

            “Kakek buyut kita menurunkannya pada ayahmu. Lalu melalui perantaraan ibumu, jam itu diserahkan padamu. Tapi..”

            “Apa?”

            “Keturunan itu tidak bisa tersebar luas begitu saja. Kau harus dimusnahkan. Maaf.”

            “Maksudmu? Kenapa?”
         
           "Agar keturunan Carter yang lain tidak harus hidup bergantunf dengan sebuah batu. Bukankah itu baik?"

          "Heh?"

            “Letakkan jam mu di meja. Sekarang.”

            Dan dengan begitu Julian melepas jamnya dari pergelangan tangannya, dan meletakkan jamnya itu ke meja di ruang tamu rumah Zoe.

            Tanpa kontruksi apapun maupun gerakan tangan apapun, jam itu dengan cepat jatuh dan bola kristal dari jam tangan itu pecah. Tanpa ada dari mereka yang menyentuh sama sekali. Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan hati-hati, sehingga membuat hasil pecahan bola kristal itu tidak berceceran dimana-mana.

            Drrt. Drrt.

            Julian menatap layar ponselnya yang bergetar. Satu pesan baru.

ZacCart88: Jam berapa sekarang?

JulianC: 13.00

ZacCart88: Ya, dan itu adalah jam kematian mendiang ayahmu.

JulianC: Jangan-jangan.. Kau yang membunuh ayahku?

ZacCart88: Oh, ayolah. Aku tidak sendirian. Zoe juga ikut berperan.

JulianC: Kau..

            Julian mulai merasa ada yang mendekatinya dari belakang, tetapi badannya beku. Dia tidak bisa bergerak sama sekali. Lalu muncul satu pesan baru lagi.

ZacCart88: Everytime the holy astrophyllite falls, the clock ticks and so does your life is going to an end.


            Julian terbunuh dengan cara yang sama seperti ayahnya. Tanpa jasad ataupun bukti yang jelas. Oleh saudaranya sendiri.

---

Wakakaka.
Ini cerita aneh banget menurut gua.
Tapi kenapa gua post..
Ah bodo lah, nasi sudah menjadi bubur,
Yah pokoknya ini jelek, gua udah tau isi pikiran readers kayak apa.
Sotoy amat dah gua.
Gitu dah.
Dan terimakasih buat Somvlak yang ngedit covernya.

Salam,

Slender.