A/N: As
always, copying and inspired are different. Enjoy.
---
"Seongsoo..
Seongsoo.."
Sudah 15
menit pingsan dan Clarine masih saja mengigo. Kerabat dekatnya—Raehee, yang
tadinya sedang berbelanja bersama Clarine, bertambah khawatir. Jongin baru saja
sampai di kediaman keluarga Do.
"Seongsoo..
mama is here.."
Raehee
menyerngit, tidak mengerti mengapa Clarine hanya memanggil nama kakak Kyungsoo.
Dia tahu masalah keluarga Do—tentang bagaimana sikap Clarine berubah sejak
suaminya tumor otak dan masih koma sampai sekarang--tapi dia tidak mengerti
masalah Clarine dan Kyungsoo.
"Jongin,
tolong telpon Kyungsoo sekarang." Rahang Raehee mengeras, dia memegang
tangan sahabatnya dengan khawatir.
Jongin
menggeleng, "Tidak bisa." Dia menghela nafas, "dia tidak membawa
handphonenya. Seongsoo pergi bersamanya ke rumah sakit."
Raehee
tertegun.
"Kyungsoo
sakit." Lanjut Jongin sebelum Raehee sempat mengucap sepatah katapun.
Raehee
semakin bingung dengan keluarga ini. Tuan Do tumor otak, Clarine sepertinya—anemia,
dan Kyungsoo, anak terakhirnya, sakit juga—walaupun Raehee tidak tahu penyakit
apa yang diderita Kyungsoo.
"Ahjumma?"
Raehee
menoleh.
"Aku
akan pergi menjemput Kyungsoo."
---
Seongsoo
menatap Kyungsoo yang terbaring di kasur dalam ruangan serba putih itu dengan
dingin. Mereka berada di kamar rawat inap di rumah sakit itu.
Seongsoo
lalu menghela nafas dalam-dalam, "Kyung, aku mendapat kabar dari
Jongin."
"Apa?"
"Ibu
pingsan."
Terjadi
keheningan beberapa detik, lalu Kyungsoo menjawab singkat, "Oh." Dia
benar-benar tidak ingin tahu apapun tentang Clarine. Dia sudah cukup muak
dengan ibunya sendiri.
Seongsoo
menatap adiknya nanar, "Aku harus pulang sekarang."
Kyungsoo
mengangguk, "Aku mengerti."
"Kau
oke?"
"Ya."
Seongsoo
lalu tersenyum dan mengacak-acak rambut adiknya, "cepat sembuh,
bocah." Dia lalu menyembunyikan tangannya diantara kantung celananya, dan
pergi keluar kamar rawat inap.
Hanya ada
Kyungsoo sendiri sekarang.
"It's
over and there's no one to blame."
Kyungsoo
menarik nafas panjang, lalu mulai melantunkan lagu Jonas Brothers lagi.
"Things
will never be the same."
Kyungsoo
memejamkan matanya, berusaha untuk tidur. Dia membungkam mulutnya, lalu
mencopot alat pembantu pernafasan dari hidungnya.
Dia merasa
tidak membutuhkan alat itu untuk sekedar membantunya bernafas.
Dia lalu
meraih remot televisi dari meja di sebelah tempat tidurnya, dan menegakkan
sandaran tempat tidurnya. Dia menekan tombol Turn On pada remotenya, lalu
menguap lebar. Dia menekan tombol next channel terus menerus, menatap layar
televisi dengan bosan. Matanya terlihat mengantuk.
Cklek.
Pintu kamar
rawat inap Kyungsoo terbuka, menampilkan seorang pria berambut hitam kelam yang
memakai mantel hitam juga. Pria itu yang tidak lain adalah Jongin.
"Hei."
Kyungsoo
tersenyum seadanya, "hei."
Jongin
berjalan mendekat ke arah Kyungsoo, meneliti keadaan Kyungsoo, lalu menghela
nafas dan duduk di samping tempat tidur Kyungsoo. Kyungsoo menghiraukan tatapan
Jongin yang menatapnya aneh, melanjutkan aktivitasnya—menekan tombol next
channel terus menerus.
"Kau
kenapa?" Jongin akhirnya angkat bicara.
"Tak
perlu tahu." ujar Kyungsoo tak acuh, pandangannya masih lurus ke layar
televisi.
Jongin
mengerutkan kening, "Memang." dia lalu mengangguk-angguk, "aku
sudah kenyang."
Kyungsoo
menatap Jongin datar, "bodoh." dia lalu mengalihkan pandangannya
lagi.
Jongin
mengulum senyum tipis, "Bukannya memang harus dijawab seperti itu?"
"Kau
sama saja dari dulu. Tidak berubah,"
Tidak
berubah.
Entah Jongin
harus merasa senang atau kecewa ketika mendengar dua kata simple itu. Kata-kata
itu diambang kategori positif dan negatif. Merasa tidak dapat menemukan
jawabannya, Jongin lalu memberanikan dirinya untuk menyentuh rambut Kyungsoo
yang halus, lalu mengacaknya.
"Apa
apaan-"
"Ssh."
Jongin menyengir, "aku melihat ada kutu di rambutmu."
Kyungsoo
menjitak kepala Jongin pelan, "lihat, kau menjadi bodoh lagi."
Ternyata itu
memang pujian.
Cengiran
Jongin melebar seraya melepaskan tangannya dari kepala Kyungsoo. Dia cukup
senang dengan kondisi ini. "Hei, kau sakit apa?"
Kyungsoo
menatap lurus ke mata Jongin sebentar, lalu menghela nafas. "Kau tidak
akan percaya."
"Selama
penyakit itu tidak akan menguras hidupmu, aku akan percaya." Jongin
melipat tangannya.
Kyungsoo
menghentikan aktivitasnya. Dia menerawang ke arah selimut putihnya,
"Bagaimana jika yang terjadi adalah yang sebaliknya?"
"Aku
akan berada di sisimu dan menyemangatimu." Jongin menatap mata Kyungsoo
yang bulat dengan serius, "Whatever that damn disease that took your life away."
"Baiklah."
Kyungsoo memberi jeda, "Kanker otak,"
Jongin
tertegun. Cengiran dari wajahnya langsung lenyap.
---
Tuan Do
masih koma di rumah sakit yang sama dengan Kyungsoo. Dan alat pendetak jantung
masih bergerak stabil. Matanya masih terpejam damai, memimpikan mimpi yang
indah. Dengan perlahan, tiba-tiba mata yang sudah lama terpejam itu terbuka,
lalu memencet bel untuk memanggil perawat. Nafasnya tidak teratur karena sudah
lama tidak menghirup udara asli.
Dia mulai
sadar.
"Tuan
Do-" Sang perawat langsung membuka pintu kamarnya dan mengecheck keadaan
Tuan Do.
"Rekam
apa yang aku katakan dan buat surat wasiat." Perintah Tuan Do,
"cepat."
Perawat itu
mengangguk, mengambil ponselnya dengan tergesa-gesa, "bicaralah,
tuan."
"Kyungsoo..
Kyungsoo-"
---
Clarine
menggerutu terus menerus sejak sampai di kamar inap Kyungsoo. Dia pergi ke sana
bersama Seongsoo, sejak 30 menit mendapatkan keutuhannya secara pulih.
Sedangkan Raehee pulang setelah Clarine mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
"Berhenti
memarahiku, Clarine." Ujar Kyungsoo tak acuh.
"Bagaimana
bisa? Bagaimana cara aku bisa memberitahu hal ini kepada ayahmu? Kenapa kau
sangat tidak becus dalam menjaga dirimu sendiri? Kau itu laki-laki, Kyungsoo.
Bagaimana kau bisa menjaga keluargamu kelak jika kau tidak dapat menjaga dirimu
sendiri? Kau banyak pikiran jadi kau kanker otak? Tapi bagaimana bisa langsung
stadium 3? Bukankah itu sebuah keajaiban? Dan hello, kau adalah anakku dan kau
harus memanggilku ibu." Protes Clarine dengan nada mengejek.
Kyungsoo
menghela nafas. Kalau ia melawan, ia tahu waktu akan tergulur lebih dari yang
sekarang. Entahlah, dia rasa Clarine mengalami pms setiap hari.
"Kyungsoo."
Clarine menghela nafas dalam-dalam, "Aku sangat kecewa padamu."
'Memangnya
aku peduli?' Kata-kata itu terkesan sebrono tapi Kyungsoo sangat ingin
mengucapkan kata-kata itu pada Clarine sekarang juga. Tapi dia malah memilih
diam dan melanjutkan lamunannya.
Jongin yang
masih ada disana hanya bisa terdiam dan pura-pura tidak mendengarkan.
"Bu,
tolong berhenti sebentar." Seongsoo mengalihkan pembicaraan, "Aku
mendapat voice note dari salah satu perawat ayah. Dengar."
"Ayah?"
Clarine menyerngit.
Clarine dan
Kyungsoo kemudian terdiam. Jongin juga ikut menyimak. Menunggu Seongsoo
memutarkan voice note dari ayah yang mereka ketahui sedang koma.
"Kyungsoo..
Kyungsoo.. dia adalah anak yang baik, sangat baik. Jadi buatlah Kyungsoo
menjadi pewaris saham perusahaanku. Dan beri dia perlakuan khusus. Seongsoo..
Seongsoo bisa mengurus investasiku di beberapa kota.. Clarine.. dia akan
baik-baik saja."
Mereka masih
menunggu.
"Ada
yang harus kukatakan pada Kyungsoo.."
Jantung
Kyungsoo berdegup kencang.
"Sudah
lama aku ingin mengatakan ini padanya tapi tertahan." Tuan Do memberi
jeda, "Jadi lihatlah apa yang ada dalam laci kerjaku dan bukalah map
berjudul Do Kyungsoo."
---To Be
Continued.
Well hello,
it's such a pleasure for me to write again.
So I've
decided to make this chaptered, don't worry, it's about 3 or 4 chapters at
least.
Anyway,
sorry for the late post. I did my best on the mid term test, and guess what?
I'm not proud enough with my jeblok score-_-
So, mind to
review?
Cheers,
Slender.
KYUNGSOO NGAPAIN NYANYI LAGU JOBROS HAHAHAHHAHHAAHHAHAHAHAHHA
BalasHapus