My Silver Wish

Sabtu, 29 Maret 2014

Tragedy: Accident - Slender

A/N: As always, copying and inspired are different. Enjoy.


---


"Seongsoo.. Seongsoo.."

Sudah 15 menit pingsan dan Clarine masih saja mengigo. Kerabat dekatnya—Raehee, yang tadinya sedang berbelanja bersama Clarine, bertambah khawatir. Jongin baru saja sampai di kediaman keluarga Do.

"Seongsoo.. mama is here.."

Raehee menyerngit, tidak mengerti mengapa Clarine hanya memanggil nama kakak Kyungsoo. Dia tahu masalah keluarga Do—tentang bagaimana sikap Clarine berubah sejak suaminya tumor otak dan masih koma sampai sekarang--tapi dia tidak mengerti masalah Clarine dan Kyungsoo.

"Jongin, tolong telpon Kyungsoo sekarang." Rahang Raehee mengeras, dia memegang tangan sahabatnya dengan khawatir.

Jongin menggeleng, "Tidak bisa." Dia menghela nafas, "dia tidak membawa handphonenya. Seongsoo pergi bersamanya ke rumah sakit."

Raehee tertegun.

"Kyungsoo sakit." Lanjut Jongin sebelum Raehee sempat mengucap sepatah katapun.

Raehee semakin bingung dengan keluarga ini. Tuan Do tumor otak, Clarine sepertinya—anemia, dan Kyungsoo, anak terakhirnya, sakit juga—walaupun Raehee tidak tahu penyakit apa yang diderita Kyungsoo.

"Ahjumma?"

Raehee menoleh.

"Aku akan pergi menjemput Kyungsoo."

---

Seongsoo menatap Kyungsoo yang terbaring di kasur dalam ruangan serba putih itu dengan dingin. Mereka berada di kamar rawat inap di rumah sakit itu.

Seongsoo lalu menghela nafas dalam-dalam, "Kyung, aku mendapat kabar dari Jongin."

"Apa?"

"Ibu pingsan."

Terjadi keheningan beberapa detik, lalu Kyungsoo menjawab singkat, "Oh." Dia benar-benar tidak ingin tahu apapun tentang Clarine. Dia sudah cukup muak dengan ibunya sendiri.

Seongsoo menatap adiknya nanar, "Aku harus pulang sekarang."

Kyungsoo mengangguk, "Aku mengerti."

"Kau oke?"

"Ya."

Seongsoo lalu tersenyum dan mengacak-acak rambut adiknya, "cepat sembuh, bocah." Dia lalu menyembunyikan tangannya diantara kantung celananya, dan pergi keluar kamar rawat inap.

Hanya ada Kyungsoo sendiri sekarang.

"It's over and there's no one to blame."

Kyungsoo menarik nafas panjang, lalu mulai melantunkan lagu Jonas Brothers lagi.

"Things will never be the same."

Kyungsoo memejamkan matanya, berusaha untuk tidur. Dia membungkam mulutnya, lalu mencopot alat pembantu pernafasan dari hidungnya.

Dia merasa tidak membutuhkan alat itu untuk sekedar membantunya bernafas.

Dia lalu meraih remot televisi dari meja di sebelah tempat tidurnya, dan menegakkan sandaran tempat tidurnya. Dia menekan tombol Turn On pada remotenya, lalu menguap lebar. Dia menekan tombol next channel terus menerus, menatap layar televisi dengan bosan. Matanya terlihat mengantuk.

Cklek.

Pintu kamar rawat inap Kyungsoo terbuka, menampilkan seorang pria berambut hitam kelam yang memakai mantel hitam juga. Pria itu yang tidak lain adalah Jongin.

"Hei."

Kyungsoo tersenyum seadanya, "hei."

Jongin berjalan mendekat ke arah Kyungsoo, meneliti keadaan Kyungsoo, lalu menghela nafas dan duduk di samping tempat tidur Kyungsoo. Kyungsoo menghiraukan tatapan Jongin yang menatapnya aneh, melanjutkan aktivitasnya—menekan tombol next channel terus menerus.

"Kau kenapa?" Jongin akhirnya angkat bicara.

"Tak perlu tahu." ujar Kyungsoo tak acuh, pandangannya masih lurus ke layar televisi.

Jongin mengerutkan kening, "Memang." dia lalu mengangguk-angguk, "aku sudah kenyang."

Kyungsoo menatap Jongin datar, "bodoh." dia lalu mengalihkan pandangannya lagi.

Jongin mengulum senyum tipis, "Bukannya memang harus dijawab seperti itu?"

"Kau sama saja dari dulu. Tidak berubah,"

Tidak berubah.

Entah Jongin harus merasa senang atau kecewa ketika mendengar dua kata simple itu. Kata-kata itu diambang kategori positif dan negatif. Merasa tidak dapat menemukan jawabannya, Jongin lalu memberanikan dirinya untuk menyentuh rambut Kyungsoo yang halus, lalu mengacaknya.

"Apa apaan-"

"Ssh." Jongin menyengir, "aku melihat ada kutu di rambutmu."

Kyungsoo menjitak kepala Jongin pelan, "lihat, kau menjadi bodoh lagi."

Ternyata itu memang pujian.

Cengiran Jongin melebar seraya melepaskan tangannya dari kepala Kyungsoo. Dia cukup senang dengan kondisi ini. "Hei, kau sakit apa?"

Kyungsoo menatap lurus ke mata Jongin sebentar, lalu menghela nafas. "Kau tidak akan percaya."

"Selama penyakit itu tidak akan menguras hidupmu, aku akan percaya." Jongin melipat tangannya.

Kyungsoo menghentikan aktivitasnya. Dia menerawang ke arah selimut putihnya, "Bagaimana jika yang terjadi adalah yang sebaliknya?"

"Aku akan berada di sisimu dan menyemangatimu." Jongin menatap mata Kyungsoo yang bulat dengan serius, "Whatever that damn disease that took your life away."

"Baiklah." Kyungsoo memberi jeda, "Kanker otak,"

Jongin tertegun. Cengiran dari wajahnya langsung lenyap.

---

Tuan Do masih koma di rumah sakit yang sama dengan Kyungsoo. Dan alat pendetak jantung masih bergerak stabil. Matanya masih terpejam damai, memimpikan mimpi yang indah. Dengan perlahan, tiba-tiba mata yang sudah lama terpejam itu terbuka, lalu memencet bel untuk memanggil perawat. Nafasnya tidak teratur karena sudah lama tidak menghirup udara asli.

Dia mulai sadar.

"Tuan Do-" Sang perawat langsung membuka pintu kamarnya dan mengecheck keadaan Tuan Do.

"Rekam apa yang aku katakan dan buat surat wasiat." Perintah Tuan Do, "cepat."

Perawat itu mengangguk, mengambil ponselnya dengan tergesa-gesa, "bicaralah, tuan."

"Kyungsoo.. Kyungsoo-"

---

Clarine menggerutu terus menerus sejak sampai di kamar inap Kyungsoo. Dia pergi ke sana bersama Seongsoo, sejak 30 menit mendapatkan keutuhannya secara pulih. Sedangkan Raehee pulang setelah Clarine mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

"Berhenti memarahiku, Clarine." Ujar Kyungsoo tak acuh.

"Bagaimana bisa? Bagaimana cara aku bisa memberitahu hal ini kepada ayahmu? Kenapa kau sangat tidak becus dalam menjaga dirimu sendiri? Kau itu laki-laki, Kyungsoo. Bagaimana kau bisa menjaga keluargamu kelak jika kau tidak dapat menjaga dirimu sendiri? Kau banyak pikiran jadi kau kanker otak? Tapi bagaimana bisa langsung stadium 3? Bukankah itu sebuah keajaiban? Dan hello, kau adalah anakku dan kau harus memanggilku ibu." Protes Clarine dengan nada mengejek.

Kyungsoo menghela nafas. Kalau ia melawan, ia tahu waktu akan tergulur lebih dari yang sekarang. Entahlah, dia rasa Clarine mengalami pms setiap hari.

"Kyungsoo." Clarine menghela nafas dalam-dalam, "Aku sangat kecewa padamu."

'Memangnya aku peduli?' Kata-kata itu terkesan sebrono tapi Kyungsoo sangat ingin mengucapkan kata-kata itu pada Clarine sekarang juga. Tapi dia malah memilih diam dan melanjutkan lamunannya.

Jongin yang masih ada disana hanya bisa terdiam dan pura-pura tidak mendengarkan.

"Bu, tolong berhenti sebentar." Seongsoo mengalihkan pembicaraan, "Aku mendapat voice note dari salah satu perawat ayah. Dengar."

"Ayah?" Clarine menyerngit.

Clarine dan Kyungsoo kemudian terdiam. Jongin juga ikut menyimak. Menunggu Seongsoo memutarkan voice note dari ayah yang mereka ketahui sedang koma.

"Kyungsoo.. Kyungsoo.. dia adalah anak yang baik, sangat baik. Jadi buatlah Kyungsoo menjadi pewaris saham perusahaanku. Dan beri dia perlakuan khusus. Seongsoo.. Seongsoo bisa mengurus investasiku di beberapa kota.. Clarine.. dia akan baik-baik saja."

Mereka masih menunggu.

"Ada yang harus kukatakan pada Kyungsoo.."

Jantung Kyungsoo berdegup kencang.

"Sudah lama aku ingin mengatakan ini padanya tapi tertahan." Tuan Do memberi jeda, "Jadi lihatlah apa yang ada dalam laci kerjaku dan bukalah map berjudul Do Kyungsoo."


---To Be Continued.

Well hello, it's such a pleasure for me to write again.
So I've decided to make this chaptered, don't worry, it's about 3 or 4 chapters at least.
Anyway, sorry for the late post. I did my best on the mid term test, and guess what? I'm not proud enough with my jeblok score-_-
So, mind to review?

Cheers,

Slender.

1 komentar:

  1. KYUNGSOO NGAPAIN NYANYI LAGU JOBROS HAHAHAHHAHHAAHHAHAHAHAHHA

    BalasHapus