My Silver Wish

Sabtu, 15 Maret 2014

Tragedy - Slender

A/N: Sorry for the late post. I was so confused on Wednesday so I decided to post today. Once again, sorry. Anyway, The story is 100% MINE. As I told you in my greetings before, can you make a difference between inspired and copying?
So, enjoy!

---

Kyungsoo mengepal tangannya kencang, lalu memberturkannya pada dinding kamarnya dengan kasar. Dengan nafas terengah-engah dia tetap melanjutkan kegiatan bodoh nya hingga meninggalkan bercak darah segar segar pada dinding kamarnya. Rasa sakit tidak dihiraukannya, tangan kanan yang masih mengeluarkan darah kental berwarna merah tidak ia pedulikan. Pintu kamarnya yang masih kokoh dan belum rapuh terus digedor-gedor oleh orang yang ada di luar kamarnya.

"Kyung?"

Kyungsoo menghiraukan kakaknya, Seongsoo, yang menggedor--tepatnya mengetuk pintu kamarnya.

"Kyung."

Kyungsoo bisa mendengar helaan nafas kakak satu-satunya yang ia punya dari dalam.

"Hey, buddy, tak apa jika kau tidak ingin mendengar ocehan bodohku yang akan sangat kau benci, tapi kau punya tamu disini."

Kyungsoo mendecak, benar-benar tidak ingin bertemu siapapun sekarang dalam keadaan seperti ini.

"Jongin."

Kyungsoo menghela nafas, setidaknya, yang datang bukan benar-benar siapapun. Dia adalah teman dekat Kyungsoo sejak kecil selalu bisa membuatnya memuntahkan semua isi pikirannya pada Jongin.

Dia lalu berdiri tegak, menghapus keringat yang tadinya mengucur deras membasahi dahinya. Merasa sudah siap, dia membuka pintu yang sedari tadi ia kunci.

Menatap lurus kedua mata Jongin yang melihatnya nanar. Dia lalu tersenyum lemah, senyum yang hanya dapat ia lakukan ketika berhadapan hanya dengan orang yang berdiri di depannya dengan bergetar. Lalu dia menempelkan kepalanya yang berat ke bahu teman masa kecilnya itu, membiarkan darahnya membasahi jaket abu-abu tua yang dipakai Jongin.

Jongin menepuk pundak Kyungsoo pelan, lalu memberinya pelukan hangat. Perlahan, Kyungsoo sudah mulai terisak dalam dekapan Jongin.

Dia bukan seorang pecundang.
Dia hanya memerlukan tempat untuk dirinya sendiri.

---

"Kau mau aku titipkan absennya? Kondisimu memburuk." kata Jongin lembut sambil membereskan barang yang berserakan di kamar Kyungsoo.

Biasanya Kyungsoo tidak pernah begini, dia selalu membersihkan dan menata barangnya sendiri dengan rapi dan bersih. Tapi sekarang.. he went crazy.

Kyungsoo membuang muka, "bagaimana dengan wanita itu? Aku tak ingin harus mendengar ocehan yang sama sekali tidak bisa mengubah kenyataan lagi."

"Aku akan bicara dengannya, jangan khawatir." ujar Jongin tenang walaupun Kyungsoo memanggil ibunya sendiri dengan sebutan 'wanita itu', "dia akan mengerti."

Kyungsoo mendelik, "Aku ragu."

Jongin mengangkat salah satu alisnya, "tenanglah, dia mempercayaiku."

Kyungsoo terkekeh. Tawa pertamanya setelah beban yang sangat berat. Setelah masalah yang sedang menimpa dirinya hingga membuat dia depresi berat dan berniat mengakhiri hidupnya di tanah yang dapat ia pijak sekarang. Tapi tetap saja, seorang Kyungsoo akan tetap menjadi seorang Kyungsoo.

"Ah, kau mau sesuatu, bud?" tanya Jongin seraya merapikan meja belajar Kyungsoo yang juga berantakan.

"boleh. es teh kopi panas," gurau Kyungsoo yang disambut dengan tatapan itu-garing-banget khas Jongin. Sekali lagi, Kyungsoo terbahak.

"Tidak usah, aku tidak ingin merepotkanmu." Kyungsoo tersenyum

Jongin lalu melipat tangannya di depan dadanya, "baiklah. Kurasa aku bisa pulang sekarang." Dia lalu menggendong tasnya, "cepat sembuh." dia tersenyum lagi, "adiós, amigo."

Kyungsoo menyengir, lalu melambaikan tangannya pelan.

Dia lalu memulai memejamkan matanya ketika Jongin benar benar keluar dari kamarnya.

"KAU INI PECUNDANG! SEORANG FAILER SEJATI! SANGAT HEBAT, DO KYUNGSOO!"

Kyungsoo memijat pelipisnya, lalu menyerngit, kenapa malah ingatan itu yang muncul?

"APA KAU PIKIR AKU AKAN SENANG DENGAN KEBOHONGANMU, HAH?! OH INI SANGAT LUAR BIASA, AKU MEMBESARKAN SEORANG PEMBOHONG!"

Kata-kata yang biasanya Kyungsoo hiraukan kini benar-benar terngiang jelas di benak Kyungsoo. Dia sendiri hampir melempar jam weker yang berada di meja sebelahnya sangkin kesalnya.

"Terserah. Apa kau masih ingin sekolah? Itu keputusanmu. Kau tidak tahu berapa biaya yang aku keluarkan untuk keperluanmu? Untuk biaya hidupmu?"

Kyungsoo berani bersumpah, saat itu ia sangat ingin berteriak, 'Kalau begitu, bunuh saja aku!' tapi ia tahu situasi akan menjadi lebih buruk jika ia benar benar berteriak seperti itu.

"Teman-temanmu sudah berkembang banyak. Tapi kau? Masih di situ-situ saja. Aku kagum terhadapmu, Tuan Do."

Ingin sekali ia menserukan, 'Kau pikir kau hebat? Coba kau koreksi dirimu sendiri.'

Seruan-seruan yang masih terngiang di ingatan Kyungsoo adalah teriakan Clarine, ibunya. Seorang Kyungsoo yang keras tidak pernah memanggil Clarine 'ibu' sejak ayahnya jatuh sakit.

Tumor otak, tepatnya.

Sejak ayahnya jatuh sakit, Clarine sama sekali lebih keras daripada sebelumnya. Dia sekarang berani merokok di depan anak-anaknya dan minum minuman keras tiap malam. Entahlah, itu antara dia depresi atau memang dia menyukainya.

Clarine benar-benar keras pada Kyungsoo sejak Kyungsoo kecil. Dia selalu membiarkan tangannya melayang ke pundak Kyungsoo dengan keras jika Kyungsoo salah mengeja kata atau mendapat nilai buruk.

Dia hampir tidak pernah benar-benar memuji Kyungsoo, pujiannya hanya sekedar; bagus, aku tidak sia-sia melatihmu, atau aku memang pelatih yang hebat. Ya, kurang lebih seperti itu.

Dan seorang Kyungsoo tidak pernah benar-benar menyukai Clarine. Dia benci itu; dia benci semua ocehannya, semua omelannya, semua perintahnya, semua tangisannya, dan semua tawanya.

Seorang Kyungsoo juga tidak menyukai Clarine yang selalu meneriakinya saat kecil ketika dia tidak mau tidur siang. Dia bahkan melibas kakinya dengan sapu ijuk.

Dan akan ku katakan sekali lagi, saat ini, Kyungsoo benar benar tidak ingin mengingat apapun tentang Clarine.

---

"Ya Tuhan, Kyungsoo! Apa yang kau pikir kau lakukan?!" Tanya Seongsoo dengan nada keras saat melihat Kyungsoo tergeletak di pinggir tangga dengan hidung yang mengeluarkan darah kental yang mengucur deras.

"Hyung.." panggil Kyungsoo lemah, "a-aku.. rumah sakit.." ujarnya lemah terbata-bata pada kakaknya.

"Diam! Duduk di kursi, aku akan menyiapkan mobil." seru Seongsoo tegas. Dia merasa tidak pernah setegas ini pada adiknya. Tapi dia harus, setidaknya untuk sekarang.

Tak lama kemudian, Seongsoo datang dengan membawa satu box penuh tissue kering dan kunci mobil. Dengan sabar, dia menggotong adik semata wayangnya itu kedalam mobil.

Dia lalu menyalakan mesin dan membantu adiknya agar dapat berbaring walaupun duduk disebelahnya. Dia agak mencemaskan adiknya itu, tapi sekarang yang terlintas dikepalanya hanya bagaimana cara menyetir dengan aman dan menyelamatkan Kyungsoo secepatnya.

Kyungsoo terbaring letih di kursi depan sebelah kursi supir. Darah dari hidungnya sudah mulai menghilang, digantikan oleh kepala yang seakan diguncang guncangkan dan ditusuk-tusuk oleh jarum yang sangat tajam.

Tidak ada percakapan diantara mereka, hanya keheningan serta rasa khawatir.

Seongsoo tidak selalu dapat bertemu Kyungsoo, karena ada pekerjaan yang harus ia kerjakan agar dia dapat mendapat cutinya dengan segera. Dan sekarang, dia sedang cuti. Setidaknya dia tidak bepergian sendirian dengan tunangannya saat keluarganya sedang retak.

"Hyung.." panggil Kyungsoo pelan, "terimakasih.." ujarnya lirih.

Di sudut matanya, Seongsoo dapat melihat Kyungsoo tersenyum tipis. Pemandangan yang sangat menyedihkan di matanya.

Seongsoo lalu membalas senyuman Kyungsoo dengan senyuman penuh arti, "Tak apa, adikku."

Kyungsoo tertawa kecil, "pertama kalinya kau memanggilku 'adikku'." dia menerawang ke depan, "tapi sungguh, terimakasih. Tunanganmu pasti sangat bangga padamu."

Seongsoo ingin sekali menyikut lengan Kyungsoo dan tertawa lepas bersamanya, tapi ia segera mengurungkan niatnya saat melihat Kyungsoo masih mencengkram kepalanya dengan keras. Jadi ia hanya terkekeh dan mempercepat jalan mobilnya.

Keheningan menyelimuti atmosfir canggung kakak beradik itu lagi. Rumah sakit memang dekat dari rumah mereka, jadi hanya tinggal beberapa meter lagi mereka sampai.

Tak lama kemudian, hidung Kyungsoo mengeluarkan cairan kental segar yang berwarna merah itu lagi. Dia agak sedikit kewalahan menanganinya, tapi untungnya mereka sudah sampai di rumah sakit jadi kakaknya hanya tinggal memarkirkan mobilnya dengan cepat dan menggotong Kyungsoo ke Unit Gawat Darurat.

Para suster dengan sigap menuntun Kyungsoo ke tempat tidur dan dokter langsung dengan cepat menangani Kyungsoo. Di saat yang sama, ponsel Seongsoo bergetar dan menampilkan satu nama di layarnya, Kim Jongin.

"Halo, Jongin." Sapanya, mencoba sedikit lembut.

"Hyung. Clarine pingsan." Suara Jongin terdengar bergetar karena sinyal, "Aku dapat telfon dari Raehee ahjumma. Cepat datang."

Seongsoo menelan ludahnya sendiri, "Baiklah. Aku akan kesana saat aku selesai dengan urusan Kyungsoo disini."

"Kyungsoo? Dia kenapa?"

"Entahlah. Kuharap dia cuma kecapean. Tapi sampai mimisan. Hmm."

"...Semoga berhasil." ujar Jongin sebelum memutuskan sambungan telfonnya.

Seongsoo menyerngit. Apa yang dia tidak tahu dari adiknya? Apa dia sudah ketinggalan banyak? Kenapa Clarine pingsan?

Dokter menepuk pundak Seongsoo dengan pelan tapi tegas, "dia harus ditanggapi dengan serius." dia memberi penekanan kepada tiap kata, "Kanker otak. Stadium 3. Cukup parah,"

---

Sorry if I'm bad at this. This is actually my first story I've ever post in this blog.
Anyway, I'm not too sure if I'll make this twooshot or chaptered, soalnya gua rada bingung nyusun kata-katanya.
Oiya, untuk minggu depan gua ga nge-post dulu, mau fokus UTS ceritanya. Haha.
Jadi.. review or I'll haunt you? /okeinimaksa

Best Regards,

Slender.

2 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site - Online Casino Games for Prizes
    Lucky Club Casino Review · A large number of games · The welcome bonus offer is generous with luckyclub.live the no-deposit bonus. · Slots; Free spins

    BalasHapus